Oleh Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi:
Setelah menyebutkan kefasihan, paramasastra, dan kekukuhan Alquran dalam lafaz dan maknanya, yang sekalipun demikian orang-orang musyrik tidak mau beriman kepadanya, lalu Allah mengingatkan bahwa kekafiran mereka kepada Alquran timbul dari keingkaran dan sikap menentang mereka.
Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan kalau Alquran itu Kami turunkan kepada salah seorang dari golongan bukan Arab, lalu ia membacakannya kepada mereka (orang-orang kafir), niscaya mereka tidak akan beriman kepadanya.
(QS. Asy-Syu’ara’ [26]: 198-199)
Demikian pula seandainya Alquran diturunkan dengan bahasa asing, tentulah mereka akan mengatakan dengan nada menentang dan ingkar.
Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?
Apakah (patut Alquran) dalam bahasa asing, sedangkan (rasul adalah orang) Arab?
(QS. Fushshilat [41]: 44)
Yakni niscaya mereka akan mengatakan,
“Mengapa ayat-ayatnya tidak dijelaskan dengan bahasa Arab?”
Dan tentulah mereka mengingkarinya seraya berkata,
“Mengapa bahasa asing diturunkan kepada lawan bicara yang berbahasa Arab lagi tidak memahaminya?”
Ini sebagai terjemahan bebas dari ucapan mereka,
“Apakah patut Alquran diturunkan dengan bahasa asing, sedangkan rasul adalah orang Arab?”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair, dan As-Saddi serta lain-lainnya.
Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan ucapan mereka —”Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?
Apakah patut Alquran dalam bahasa asing, sedangkan rasul adalah orang Arab?”— ialah mengapa sebagiannya tidak diturunkan dengan bahasa asing dan sebagian lainnya dengan bahasa Arab?
Demikianlah menurut pendapat Al-Hasan Al-Basri, dan dia selalu membacanya demikian, yakni tanpa hamzah istifham pada lafaz ajamiyyun.
Hal yang sama disebutkan pula dalam suatu riwayat yang bersumber dari Sa’id ibnu Jubair.
Takwil seperti ini menunjukkan pengertian lebih tegas dalam sikap ingkar dan menentang.
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
Katakanlah,
“Alquran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.”
(QS. Fushshilat [41]: 44)
Yakni katakanlah, hai Muhammad, bahwa Alquran ini bagi orang yang beriman kepadanya merupakan petunjuk bagi kalbunya dan penawar bagi semua keraguan dan kebimbangan yang ada di dalam dadanya.
Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan.
(QS. Fushshilat [41]: 44)
Maksudnya, mereka tidak memahami apa yang terkandung di dalamnya.
sedangkan Alquran itu suatu kegelapan bagi mereka.
(QS. Fushshilat [41]: 44)
Yaitu tidak memperoleh petunjuk dari keterangan yang terkandung di dalam Alquran.
Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
(QS. Al Israa [17]: 82)
Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.
(QS. Fushshilat [41]: 44)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah jauh dari pengertian hati mereka.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seakan-akan orang-orang yang diajak bicara oleh Alquran seperti orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh, yang artinya tentu saja mereka tidak dapat mendengar seruan itu dan tidak pula memahaminya.
Menurut hemat saya, ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja.
Mereka tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.
(QS. Al-Baqarah [2]: 171)
Ad-Dahhak mengatakan bahwa kelak di hari kiamat mereka diseru dengan nama panggilan yang paling buruk lagi paling hina.
As-Saddi mengatakan, dahulu Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. sedang duduk di majelis seorang lelaki dari kalangan kaum muslim yang sedang melakukan peradilan.
Tiba-Tiba lelaki itu berkata,
“Kupenuhi panggilannya!”
Maka Umar r.a. bertanya,
“Mengapa engkau mengucapkan jawaban seruan, apakah engkau melihat seseorang atau ada seseorang yang memanggilmu?”
Lelaki itu menjawab,
“Ada seruan yang memanggilku dari balik laut.”
Maka Umar r.a. berkata,
“Mereka itu orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.