Oleh Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi:
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
{فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ}
Mengapa mereka tidak mau beriman?
Dan apabila Alquran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud.
(QS. Al-Insyiqaq [84]: 20-21)
Yakni apakah yang menghalang-halangi mereka untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari kemudian, dan mengapa mereka apabila dibacakan kepada mereka Alquran yang merupakan ayat-ayat dan kalam Allah, lalu mereka tidak mau bersujud menghormati dan mengagungkan-Nya?
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
{بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُكَذِّبُونَ}
bahkan orang-orang kafir itu mendustakan (nya).
(QS. Al-Insyiqaq [84]: 22)
Yaitu sudah menjadi watak mereka mendustakan kebenaran, mengingkari dan menentangnya.
{وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُوعُونَ}
Padahal Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan (dalam hati mereka).
(QS. Al-Insyiqaq [84]: 23)
Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati mereka.
{فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ}
Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih.
(QS. Al-Insyiqaq [84]: 24)
Yakni maka beritakanlah kepada mereka, hai Muhammad, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menyediakan bagi mereka azab yang pedih.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
{إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ}
Tetapi orang-orang yang beriman dan beramal saleh.
(QS. Al-Insyiqaq [84]: 25)
Ini merupakan isti’sna munqati, yakni tetapi orang-orang yang hatinya beriman.
dan beramal saleh.
(QS. Al-Insyiqaq [84]: 25)
dengan seluruh anggota tubuhnya.
bagi mereka pahala.
(QS. Al-Insyiqaq [84]: 25)
Yaitu di hari kemudian di akhirat.
{غَيْرُ مَمْنُونٍ}
yang tidak putus-putusnya.
(QS. Al-Insyiqaq [84]: 25)
Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah tidak dikurangi.
Mujahid dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tidak terhitung banyaknya.
Kesimpulan dari kedua pendapat menunjuk-kan bahwa pahala yang diterima oleh mereka di negeri akhirat tidak putus-putusnya.
Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
عَطاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.
(QS. Hud [11]: 108)
As-Saddi mengatakan bahwa sebagian ulama mengatakan sehubungan dengan makna gairu mamnun ini, bahwa makna yang dimaksud ialah tidak dikurangi.
Sebagian yang lain menyebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah pahala yang tidak dikaruniakan kepada mereka.
Tetapi pendapat yang terakhir ini yang berasal dari sebagian ulama banyak disanggah oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama.
Karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala itu memberikan karunia-Nya kepada ahli surga dalam semua keadaan, saat, dan detik mereka.
Dan sesungguhnya mereka dimasukkan ke dalam surga oleh Allah subhanahu wa ta’ala hanyalah semata-mata berkat karunia dan rahmat-Nya, bukan karena amal perbuatan yang telah mereka kerjakan.
Maka Dia berhak memberikan karunia-Nya kepada mereka selama-lamanya.
Dan segala puji hanyalah bagi Allah semata selama-lamanya.
Karena itulah mereka (ahli surga) diberi ilham untuk bertasbih dan bertahmid kepada-Nya, sebagaimana mereka diberi ilham untuk bernapas.
Dan akhir doa mereka ialah;
"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."