Kata Pilihan Dalam Surah Al Insaan (76) Ayat 16
Arti kata fidhdhah adalah perak, yaitu sejenis logam yang berwarna putih dan berkilat (digunakan untuk membuat perhiasan, uang dan lain-lain).
Kata fidhdhah diulang enam kali dalam Al Qur’an, yaitu dalam surah:
• At Taubah (9), ayat 34;
• Ali Imran (3), ayat 14;
• Az Zukhruf (43), ayat 33;
• Al Insaan (76), ayat 15, 16 dan 21.
Pada surah Ali Imran (3), ayat 14 Allah menerangkan bahawa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencintai perkara-perkara duniawi.
Pada ayat ini Allah menyebutkan tujuh perkara yang menjadi daya tarik dunia paling utama bagi manusia, salah satu dari tujuh perkara tersebut adalah perak (fidhdhah). Meskipun secara naluriah manusia mempunyai kecenderungan untuk mencintai perkara-perkara tersebut namun Allah mengingatkan bahawa ada kenikmatan yang lebih baik daripada kenikmatan dunia tersebut, yaitu kenikmatan di akhirat yang berupa syurga dengan segala kenikmatan di dalamnya.
Manusia dapat dikelompokkan menjadi dua dalam mengelola kecenderungannya mencintai dunia ini, yaitu:
(1). Manusia yang menjadikan perkara-perkara dunia itu sebagai maksud dan matlamat utamakan dalam hidup di dunia ini, sehingga hati, fikiran dan perbuatannya selalu sibuk dengan urusan dunia dan lupa terhadap nasibnya di kehidupan akhirat;
(2). Manusia yang menyadari bahawa perkara-perkara dunia tersebut merupakan ujian dari Allah untuk mengetahui siapakah hamba-hamba• Nya yang lebih mengutamakan ketaatan dan keridhaan kepada Allah berbanding kenikmatan dan kelezatan dunia, sehingga mereka dapat menjadikan dunia sebagai alat untuk memperbanyak bekal untuk kehidupan di akhirat.
Pada surah At Taubah (9), ayat 34 Allah menerangkan salah satu bentuk manusia yang tergoda dengan kenikmatan dan kemegahan duniawi.
Mereka adalah orang-orang yang suka menyimpan emas dan perak (fidhdhah) dan tidak mau mengeluarkan zakat atau menafkahkannya untuk kebajikan.
Kenikmatan sementara yang dirasakan oleh manusia di dunia sehingga dia lupa kepada Allah menyebabkannya tidak dapat merasakan kenikmatan di akhirat bahkan mereka akan dibalas oleh Allah dengan siksa yang pedih.
Pada surah Az Zukhruf (43), ayat 33 hingga 35 diterangkan bahwa Allah mampu membuatkan rumah yang atap, tangga, pintu dan ranjang tidurnya terbuat dari perak (fidhdhah) untuk orang-orang yang kufur kepada• Nya.
Namun Allah tidak melakukannya karena kenikmatan dunia tersebut adalah kecil nilainya apabila dibandingkan dengan kenikmatan di akhirat, sehingga kenikmatan hidup di akhirat semestinya menjadi matlamat utama manusia, bukannya kemegahan dunia.
Selain dari pada itu kemegahan dunia sering kali menyebabkan manusia melampaui batas dalam kekafiran dan kemaksiatan.
Oleh karena itu tidak dibuatnya rumah megah untuk orang-orang yang kufur dan juga tidak diberikannya kenikmatan-kenikmatan dunia yang lain kepada sebahagian manusia adalah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri, yaitu supaya mereka tidak lupa diri dengan banyak melakukan kemaksiatan.
Ini menunjukkan bahawa Allah sangat menyayangi hambanya.
Sedangkan pada surah Al Insaan (76), ayat 15, 16 dan 21 Allah menggambarkan kenikmatan dan kemegahan hidup di syurga.
Di antara kemegahan itu adalah bejana yang digunakan adalah terbuat daripada perak (fidhdhah), piala-piala yang digunakan untuk minum bentuknya seperti kaca (nampak jelas isinya), namun ianya juga terbuat dari perak; dan juga gelang-gelang yang digunakan oleh penduduk syurga terbuat dari perak (fidhdhah). Orang yang akan mendapatkan kenikmatan dan kemegahan hidup ini adalah orang-orang yang hati dan akhlaknya baik (Abraar), mempercayai hari akhir dan yang mau memberi makan kepada orang miskin, anak yatim dan para tawanan perang dengan penuh keikhlasan, sebagaimana yang diterangkan oleh ayat-ayat sebelumnya.
Sumber : Kamus Al Qur’an, PTS Islamika SDN BHD, Hal:434-435