Oleh Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi:
(1-10)
Bukan hanya seorang dari ulama tafsir menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ di suatu hari sedang berbicara dengan salah seorang pembesar Quraisy, yang beliau sangat menginginkan dia masuk Islam.
Ketika beliau ﷺ sedang berbicara dengan suara yang perlahan dengan orang Quraisy itu, tiba-tiba datanglah Ibnu Ummi Maktum, salah seorang yang telah masuk Islam sejak lama.
Kemudian Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang sesuatu dengan pertanyaan yang mendesak.
Dan Nabi ﷺ saat itu sangat menginginkan andaikata Ibnu Ummi Maktum diam dan tidak mengganggunya, agar beliau dapat berbicara dengan tamunya yang dari Quraisy itu karena beliau sangat menginginkannya mendapat hidayah.
Untuk itulah maka beliau bermuka masam terhadap Ibnu Ummi Maktum dan memalingkan wajah beliau darinya serta hanya melayani tamunya yang dari Quraisy itu.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa).
(QS. ‘Abasa [80]: 1-3)
Yakni menginginkan agar dirinya suci dan bersih dari segala dosa.
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
(QS. ‘Abasa [80]: 4)
Yaitu memperoleh pelajaran untuk dirinya sehingga ia menahan dirinya dari hal-hal yang diharamkan.
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya.
(QS. ‘Abasa [80]: 5-6)
Adapun orang yang serba cukup, maka kamu melayaninya dengan harapan dia mendapat petunjuk darimu.
Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
(QS. ‘Abasa [80]: 7)
Artinya, kamu tidak akan bertanggungjawab mengenainya bila dia tidak mau membersihkan dirinya (beriman).
Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut (kepada Allah).
(QS. ‘Abasa [80]: 8-9)
Yakni dengan sengaja datang kepadamu untuk mendapat petunjuk dari pengarahanmu kepadanya.
maka kamu mengabaikannya.
(QS. ‘Abasa [80]: 10)
Maksudnya, kamu acuhkan dia.
Dan setelah kejadian ini Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk tidak boleh mengkhususkan peringatan terhadap seseorang secara tertentu, melainkan harus menyamakan di antara semuanya.
Dalam hal ini tidak dibedakan antara orang yang mulia dan orang yang lemah, orang yang miskin dan orang yang kaya, orang merdeka dan budak belian, laki-laki dan wanita, serta anak-anak dan orang dewasa.
Kemudian Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus, keputusan yang ditetapkan-Nya penuh dengan kebijaksanaan dan mempunyai alasan yang sangat kuat.
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling.
(QS. ‘Abasa [80]: 1)
Ibnu Ummi Maktum datang kepada Nabi ﷺ yang saat itu sedang berbicara dengan Ubay ibnu Khalaf, maka beliau ﷺ berpaling dari Ibnu Ummi Maktum, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.
(QS. ‘Abasa [80]: 1-2)
Maka sesudah peristiwa itu Nabi ﷺ selalu menghormatinya.
Qatadah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ia melihat Ibnu Ummi Maktum dalam perang Qadisiyah, memakai baju besi, sedangkan di tangannya terpegang bendera berwarna hitam.
Abu Ya’la dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepadaku ayahku yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang diceritakan kepada kami dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ayat ini, yaitu firman-Nya:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling.
(QS. ‘Abasa [80]: 1)
diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang tuna netra.
Dia datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata,
"Berilah aku petunjuk."
Sedangkan saat itu di hadapan Rasulullah ﷺ terdapat seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum musyrik.
Maka Rasulullah ﷺ berpaling dari Ibnu Ummi Maktum dan melayani lelaki musyrik itu seraya bersabda,
"Bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang aku katakan ini, apakah berkesan?"
Lelaki itu menjawab,
"Tidak".
Maka berkenaan dengan peristiwa inilah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling.
(QS. ‘Abasa [80]: 1)
Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis ini dari Sa’id ibnu Yahya Al-Umawi dengan sanad yang semisal;
kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa sebagian dari mereka ada yang meriwayatkan dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa surat ‘Abasa diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum, tetapi dalam sanad ini tidak disebutkan dari Aisyah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa Salim ibnu Abdullah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
Sesungguhnya Bilal azan di malam hari, maka makan dan minumlah kamu hingga kamu mendengar seruan azan Ibnu Ummi Maktum.
Dia adalah seorang tuna netra yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.
(QS. ‘Abasa [80]: 1-2)
Tersebutlah pula bahwa dia menjadi juru azan bersama Bilal.
Salim melanjutkan, bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang tuna netra, maka dia belum menyerukan suara azannya sebelum orang-orang berkata kepadanya saat mereka melihat cahaya fajar subuh,
"Azanlah!"
Hal yang sama telah disebutkan oleh Urwah ibnuz Zubair, Mujahid, Abu Malik, Qatadah, Ad-Dahhak, Ibnu Zaid, dan selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum.
Menurut pendapat yang terkenal, nama aslinya adalah Abdullah, dan menurut pendapat yang lainnya yaitu Amr;
hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.