Diriwayatkan bahwa ‘Uyainah bin Hishn Al-Fazary datang kepada Nabi Muhammad ﷺ sebelum dia masuk Islam.
Ketika itu beberapa orang sahabat Nabi yang fakir berada di sampingnya, di antaranya adalah Salman Al-Farisi yang sedang berselimut jubah dan tubuhnya mengeluarkan keringat, karena sedang menganyam daun korma.
‘Uyainah berkata kepada Rasul ﷺ,
“Apakah bau mereka (sahabat-sahabat yang fakir) tidak mengganggumu?
Kami ini pemuka-pemuka bangsawan suku Mudar.
Jika kami masuk Islam, maka semua suku Mudar akan masuk Islam.
Tidak ada yang mencegah kami untuk mengikutimu, kecuali kehadiran mereka.
Oleh karena itu, jauhkanlah mereka agar kami mengikutimu atau adakan untuk mereka majelis tersendiri, dan kami majelis tersendiri pula.”
Kemudian turunlah ayat 28 surah Al-Kahfi.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ memerintahkan Rasul-Nya agar bersabar dan dapat menahan diri untuk duduk bersama dengan beberapa orang sahabatnya yang tekun dalam ibadah sepanjang hari karena mengharapkan rida Allah ﷻ semata.
Para sahabat itu hidup dalam kesederhanaan jauh dari kenikmatan duniawi.
Mereka itu antara lain ialah:
Ammar bin Yasir, Bilal, shuhaib, Ibnu Mas’ud, dan sahabat-sahabat lainnya.
Di surah yang lain, Allah ﷻ berfirman:
Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, mereka mengharapkan keridaan-Nya.
Engkau tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan engkau (berhak) mengusir mereka, sehingga engkau termasuk orang-orang yang zalim.
(Al-An’am [6]: 52)
Sikap kaum musyrikin terhadap sahabat-sahabat Nabi yang fakir itu sama halnya dengan sikap kaum Nuh terhadap pengikut-pengikut Nabi Nuh `alaihis salam, sebagaimana difirmankan Allah ﷻ:
Mereka berkata,
“Apakah kami harus beriman kepadamu, padahal pengikut-pengikutmu orang-orang yang hina?”
(Asy-Syu’ara’ [26]: 111)
Sudah semestinya Rasul ﷺ tidak mengindahkan sikap orang kafir itu.
Allah ﷻ memperingatkan beliau agar jangan sampai meninggalkan dan meremehkan sahabat-sahabatnya yang fakir, karena hanya didorong oleh kepentingan duniawi atau disebabkan adanya harapan terhadap keimanan orang-orang yang kaya dari kaum musyrikin.
Para sahabat itu adalah orang-orang yang dengan ikhlas hatinya memilih jalan hidup sederhana dan rela meninggalkan segala kelezatan duniawi semata-mata untuk mencari rida Allah.
Rasul ﷺ mengucapkan syukur kepada Allah atas kehadiran mereka itu di tengah-tengah umatnya.
Katanya:
Segala puji bagi Allah yang telah menghadirkan di kalangan umatku orang yang aku diperintahkan untuk sabar menahan diriku bersama dia.
(Riwayat Ibnu Jarir ath-thabari, Ath-thabrani, dan Ibnu Mardawaih)
Dengan demikian, memandang rendah dan meremehkan orang-orang yang hidup miskin dan melarat, tidak dibenarkan oleh agama Islam, terutama bila mereka orang ahli ibadah dan takwa.
Allah dengan tegas melarang Muhammad ﷺ menuruti keinginan para pemuka kaum musyrikin untuk menyingkirkan orang-orang yang fakir dari majelisnya.
Orang yang meng-ajukan permintaan seperti itu adalah orang-orang yang sudah tertutup jiwa mereka untuk kembali kepada Tuhan, dan memiliki tabiat yang buruk.
Perbuatan mereka yang melampaui batas, kefasikan, dan kemaksiatan menambah gelap hati mereka, sehingga akhirnya mereka bergelimang dalam dosa.
Perjanjian Baru
Apa itu Perjanjian Baru? Perjanjian Baru , atau biasa disingkat PB, merupakan bagian utama kedua kanon Alkitab Kristen, yang bagian pertamanya adalah Perjanjian Lama yang utamanya didasarkan pada Alkitab Ibrani. Perjanjian Baru berbahasa Yunani ini membahas ajaran-ajaran dan pribadi Yesus, serta berbagai peristi … •