Kategori: Istilah Umum
Thibbun Nabawi merujuk pada tindakan dan perkataan (hadis) Nabi Islam Muhammad mengenai penyakit, pengobatan, dan kebersihan, maupun genre tulisan oleh para sarjana non-medis untuk mengumpulkan dan menjelaskan tradisi-tradisi tersebut.
Istilah Thibbun Nabawi ini dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar abad ke-13 M untuk menunjukkan ilmu-ilmu kedokteran yang berada dalam bingkai keimanan pada Allah, sehingga terjaga dari kesyirikan, takhayul dan khurafat.
Definisi
Terdapat beberapa pengertian mengenai thibbun nabawi yang telah didefinisikan oleh ulama di antaranya: Thibbun nabawi adalah segala sesuatu yang disebutkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah yang Shahih yang berkaitan dengan kedokteran baik berupa pencegahan (penyakit) atau pengobatan.Thibbun nabawi adalah kumpulan apa shahih dari petunjuk Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kedokteran yang dia berobat dengannya atau untuk mengobati orang lain.
Definisi thibbun nabawi adalah (metode) pengobatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dia ucapkan, dia tetapkan (akui), dia amalkan, merupakan pengobatan yang pasti (bukan sangkaan), bisa mengobati penyakit jasad, ruh dan indra.
Dasar hukumnya
Setiap penyakit itu ada obatnya, seperti hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya:“
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya.”
(HR. Bukhari no. 5678 dan Muslim, dari Abu Hurairah) ”
“
“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya bersamanya.
(Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui orang yang mengetahuinya.”
(HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453.) ”
“
“Setiap penyakit ada obatnya.
Maka bila obat itu mengenai penyakit akan sembuh dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(HR. Muslim no. 5705) ”
“
“Barangsiapa berpura-pura jadi thabib (dokter) sedangkan ia tidak tahu mengenal pengobatan, maka dia harus bertanggung jawab (jika terjadi mala praktik).”
(HR. Ibnu Majah no.3457 dan Abu Daud no.3971, dengan derajat hadits …) ”
Al-Qur`anul karim dan As-Sunnah yang shahih sarat dengan beragam penyembuhan dan obat yang bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sehingga mestinya kita tidak terlebih dahulu berpaling dan meninggalkannya untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada pada masa sekarang ini.
Karena itulah Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu berkata:
“Sungguh para tabib telah sepakat bahwa ketika memungkinkan pengobatan dengan bahan makanan maka jangan beralih kepada obat-obatan (kimiawi).
Ketika memungkinkan mengkonsumsi obat yang sederhana, maka jangan beralih memakai obat yang kompleks.
Mereka mengatakan: ‘Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan-makanan tertentu dan pencegahan, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan’.”
Ibnul Qayyim juga berkata:
“Berpalingnya manusia dari cara pengobatan nubuwwah seperti halnya berpalingnya mereka dari pengobatan dengan Al-Qur`an, yang merupakan obat bermanfaat.”
(Ath-Thibbun Nabawi, hal.
6, 29) Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang muslim menjadikan pengobatan nabawiyyah sekadar sebagai pengobatan alternatif.
Justru sepantasnya dia menjadikannya sebagai cara pengobatan yang utama, karena kepastiannya datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala lewat lisan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sementara pengobatan dengan obat-obatan kimiawi kepastiannya tidak seperti kepastian yang didapatkan dengan thibbun nabawi.
Pengobatan yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diyakini kesembuhannya karena bersumber dari wahyu.
Sementara pengobatan dari selain Nabi kebanyakannya dugaan atau dengan pengalaman/ uji coba.
(Fathul Bari, 10/210) Berkaitan dengan kesembuhan suatu penyakit, seseorang tidak boleh bersandar semata dengan pengobatan tertentu.
Dan tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan sakitnya, tetapi kepada Dzat yang memberikan penyakit dan menurunkan obatnya sekaligus, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana perkataan Nabi Ibrahim tentang Tuhannya:“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.”
(Asy-Syu’ara`: 80) Sebenarnya juga, sudah banyak hadits tentang Thibbun Nabawi yg menyentuh masalah herbal dengan pengobatan.
Tapi, Al-Albani memasukkan sejumlah hadits-nya ke dalam Silsilah Hadits Dha’if.