(Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.”
―QS. 12:101
Creator of the heavens and earth, You are my protector in this world and in the Hereafter.
Cause me to die a Muslim and join me with the righteous.”
―QS. 12:101
رَبِّ | ya Tuhanku
My Lord,
|
---|---|
قَدْ | sesungguhnya
indeed,
|
ءَاتَيْتَنِى | Engkau telah menganugerahkan kepadaku
you have given me
|
مِنَ | dari/sebagian
of
|
ٱلْمُلْكِ | kerajaan
the sovereignty
|
وَعَلَّمْتَنِى | dan Engkau mengajarkan kepadaku
and taught me
|
مِن | dari
of
|
تَأْوِيلِ | tabir/pengertian
the interpretation
|
ٱلْأَحَادِيثِ | mimpi
of the events.
|
فَاطِرَ | Pencipta
Creator
|
ٱلسَّمَٰوَٰتِ | langit(jamak)
(of) the heavens
|
وَٱلْأَرْضِ | dan bumi
and the earth,
|
أَنتَ | Engkau
You
|
وَلِىِّۦ | pelindung
(are) my Protector,
|
فِى | di
in
|
ٱلدُّنْيَا | dunia
the world
|
وَٱلْءَاخِرَةِ | dan akhirat
and the Hereafter.
|
تَوَفَّنِى | wafatkanlah aku
Cause me to die
|
مُسْلِمًا | orang islam
(as) a Muslim,
|
وَأَلْحِقْنِى | dan gabungkan aku
and join me
|
بِٱلصَّٰلِحِينَ | dengan orang-orang yang saleh
with the righteous.”
|
Tafsir surah Yusuf (12) ayat 101
Tafsir QS. Yusuf (12) : 101. Oleh Kementrian Agama RI
Ayat ini adalah pernyataan dan doa yang diucapkan Yusuf `alaihis salam sesudah Allah ﷻ menyelamatkannya dari dalam sumur, membebaskan dari fitnah istri al-Aziz dan perempuan-perempuan lainnya, membebaskan dari penderitaan dalam penjara, dan menganugerahinya pangkat dan kedudukan sesudah bebas dari semua tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Yusuf segera berdoa memohon kepada Allah ﷻ supaya dilipatgandakan pahalanya di akhirat kelak sebagaimana dilipatgandakan karunia yang diterimanya di dunia.
Yusuf berkata,
“Ya Tuhanku, Engkau telah menganugerahkan kepadaku kedudukan dan kekuasaan, mengajarkan kepadaku takbir mimpi, dan memberitahukan kepadaku hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari dan rahasia-rahasia yang terkandung di dalam wahyu-Mu.
Ya Allah! Engkaulah Pencipta langit dan bumi ini, menciptakan keduanya dengan baik dan teratur, kokoh dan rapi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, melindungiku dari maksud jahat orang-orang yang memusuhiku dan orang-orang yang ingin berbuat jahat kepadaku.
Ya Allah Yang Mahakuasa! Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam, sesuai dengan wasiat leluhurku yang berbunyi:
Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub,
“Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (al-Baqarah [2]: 132)
Yusuf melanjutkan doanya dengan mengatakan,
“Ya Allah Ya Tuhanku! Masukkanlah aku ke dalam kelompok orang-orang yang saleh dari leluhur kami seperti Nabi Ibrahim, Ismail, dan Ishak, begitu pula dengan para nabi dan rasul sebelumnya.
Engkaulah Maha Pengasih, Maha Pemurah, dan Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Yusuf menghadapkan diri kepada Allah, bersyukur atas karunia yang dilimpahkan kepadanya dan mengharap tambahan karunia seraya berkata,
“Ya Tuhanku, sungguh banyak dan besar nikmat-Mu kepadaku.
Engkau berikan aku kekuasaan yang membuatku bersyukur memuji-Mu.
Engkau berikan pula aku ilmu tentang takbir mimpi.
Wahai Pencipta langit dan bumi, Engkau adalah pemilik urusanku dan pengatur karuniaku semasa hidupku dan sesudah aku mati.
Matikanlah aku dalam keadaan memeluk agama yang Engkau perkenankan untuk nabi-nabi-Mu, yaitu agama kepasrahan (Islam).
Masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang Engkau tunjukkan kepada kebaikan, yaitu leluhur-leluhurku dan hamba-hamba-Mu yang saleh dan ikhlas.”
Kemudian Yusuf berdoa kepada Rabb-nya,
“Hai Rabb-ku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian dari kerajaan Mesir, dan Engkau telah mengajarkan kepadaku sebagian dari tafsir mimpi dan ilmu lainnya.
Hai Pencipta langit dan bumi, Engkaulah yang mengurusi semua urusanku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku kepada-Mu dalam keadaan Muslim, dan gabungkanlah aku dengan hamba-hamba-Mu yang shalih, dari kalangan para Nabi yang berbakti dan orang-orang pilihan.”
(Ya Rabbku! Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takbir mimpi) takwil-takwil mimpi
(Ya Rabb Pencipta) yang menjadikan
(langit dan bumi! Engkaulah Pelindungku) yang mengatur kebaikanku
(di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan kumpulkanlah aku dengan orang-orang yang saleh) di antara bapak moyangku.
Maka setelah ia berdoa, ia hidup hanya seminggu atau lebih dari seminggu.
Kemudian ia wafat, pada saat itu usianya telah mencapai seratus dua puluh tahun.
Lalu semua orang Mesir mengiringkan jenazahnya sampai ke tempat kuburannya, mereka meletakkan jenazah Nabi Yusuf di dalam sebuah tabelah yang terbuat dari marmer, dan mereka mengebumikannya di tempat yang terletak di antara kedua tepi sungai Nil, dimaksud supaya keberkahan terlimpahkan kepada kedua tepi sungai Nil.
Maha Suci Allah yang tiada akhir bagi kerajaan-Nya.
Itulah doa Nabi Yusuf yang dipanjatkannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, setelah limpahan nikmat Allah buatnya disempurnakan, yaitu di kala ia dapat berkumpul kembali dengan kedua orang tua dan saudara-saudaranya.
Juga atas nikmat lainnya yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada dirinya, yaitu berupa kenabian dan kerajaan.
Kemudian ia memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala, agar nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya di dunia ini terus berkelanjutan sampai ke hari akhirat, dan hendaknya Allah mewafatkannya dalam keadaan Islam.
Demikianlah menurut Ad-Dahhak.
Dan hendaknya Allah menghimpunkannya bersama-sama saudara-saudaranya dari kalangan para nabi dan para rasul, semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semua.
Doa ini barangkali dipanjatkan oleh Nabi Yusuf ‘alaihis salam ketika ia sedang menjelang kewafatannya, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Srti Aisyah r.a., bahwa Rasulullah ﷺ ketika menjelang kewafatannya mengangkat jari telunjuknya seraya berdoa:
Ya Allah, (gabungkanlah diriku) bersama-sama teman-teman (ku) di (tempat) yang tertinggi (surga).
Doa ini diucapkannya sebanyak tiga kali.
Barangkali Yusuf ‘alaihis salam pun meminta diwafatkan dalam keadaan Islam serta bergabung dengan orang-orang saleh apabila ajalnya telah tiba.
Bukan berarti dia meminta hal tersebut secara tanjiz (mohon diperkenankan), seperti doa seseorang kepada lawan bicaranya,
“Semoga Allah mewafatkanmu dalam keadaan Islam,”
dan seorang yang mengatakan dalam doanya,
“Ya Allah, hidupkanlah kami dalam keadaan Islam, wafatkanlah kami dalam keadaan Islam, dan gabungkanlah kami dengan orang-orang saleh.”
Akan tetapi, dapat pula dikatakan bahwa Yusuf ‘alaihis salam mendoa hal itu dengan permohonan tanjiz, dan hal ini diperbolehkan dalam syariat mereka.
Demikianlah menurut Qatadah.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.
Setelah Allah menghimpunkan semua anggota keluarganya dan membuatnya senang sehingga saat itu Yusuf dalam keadaan bergelimangan dengan kenikmatan duniawi, kerajaannya, dan semua perhiasannya, maka ia merindukan orang-orang saleh yang sebelumnya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa sebelum Yusuf ‘alaihis salam tiada seorang nabi pun yang mengharapkan untuk diwafatkan.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Jarir dan As-Saddi, dari Ibnu Abbas, bahwa Yusuf ‘alaihis salam adalah nabi yang mula-mula mengatakan demikian dalam doanya.
Hal ini dapat diartikan pula bahwa dialah orang yang mula-mula meminta diwafatkan dalam keadaan Islam.
Perihalnya sama dengan Nabi Nuh ‘alaihis salam, dialah orang yang mula-mula mengatakan dalam doanya:
Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke dalam rumahku dengan beriman.
(QS. Nuh [71]: 28)
Dapat pula diartikan bahwa dialah (Yusuflah) orang yang mula-mula memohon diperkenankannya hal tersebut, inilah yang tersimpulkan dari pengertian lahiriah pendapat Qatadah, tetapi hal ini tidak diperbolehkan dalam syariat kita sekarang.
Imam Ahmad ibnu Hambal rahimahullah mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Suhaib, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena bahaya yang menimpanya.
Jika tiada jalan lain baginya kecuali mengharapkan mati, hendaklah ia mengatakan,
“Ya Allah, hidupkanlah saya selagi hidup lebih baik bagi saya.
Dan wafatkanlah saya apabila wafat lebih baik bagi saya.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini, yang menurut lafaz keduanya disebutkan seperti berikut:
Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena bahaya (musibah) yang menimpanya, karena apabila dia orang yang berbuat baik, maka akan bertambah (kebaikannya), dan apabila dia orang yang buruk, maka mudah-mudahan ia bertobat.
Tetapi hendaklah ia mengucapkan,
“Ya Allah, hidupkanlah saya selagi hidup lebih baik bagi saya, dan wafatkanlah saya apabila wafat lebih baik bagi saya.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Mu’az ibnu Rifa’ah, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang mengatakan,
“Kami duduk di majelis Rasulullah, lalu beliau memberikan peringatan kepada kami dan melunakkan hati kami, maka menangislah Sa’d ibnu Abu Waqqas dengan tangisan yang lama seraya berkata, ‘Aduhai, seandainya saja diriku ini mati.’ Maka Nabi ﷺ bersabda:
‘Hai Sa’d, apakah di hadapanku engkau berharap kematian?’ Nabi ﷺ mengucapkan sabdanya ini sebanyak tiga kali, lalu beliau melanjutkan sabdanya, ‘Hai Sa’d, jika engkau diciptakan untuk surga, maka usiamu yang panjang dan amalmu yang baik itu adalah lebih baik bagi kamu’.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah, telah menceritakan kepada kami Abu Yunus (yaitu Muslim ibnu Jubair), dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda:
Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengharapkan mati karena musibah (bahaya) yang menimpanya, jangan pula ia mendoakannya sebelum maut datang sendiri kepadanya, terkecuali jika dia telah merasa yakin dengan amalnya.
Karena sesungguhnya apabila seseorang di antara kalian mati, terputuslah amal perbuatannya.
Dan sesungguhnya seorang mukmin itu tiada menambahkan pada amalnya kecuali hanya kebaikan.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.
Hal ini berlaku jika bahaya atau musibah ini hanya khusus menimpa dirinya.
Jika musibah itu berupa Fitnah dalam agama, maka diperbolehkan memohon dimatikan.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dalam kisah-Nya yang menceritakan tentang para ahli sihir di saat Fir’aun hendak memurtadkan mereka dari agama mereka dan mengancam akan membunuh mereka, yaitu:
Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).
(QS. Al-A’raf [7]: 126)
Maryam juga berkata ketika ia merasakan akan melahirkan anak sambil bersandar pada pangkal pohon kurma:
Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.
(QS. Maryam [19]: 23)
Karena ia merasa yakin bahwa orang-orang pasti akan menuduh dirinya berbuat fahisyah (zina), karena ia belum bersuami, sedangkan ia telah mengandung dan melahirkan anak.
Dan mereka memang mengatakan:
Kaumnya berkata,
“Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.
Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.”
(QS. Maryam [19]: 27-28)
Maka Allah menjadikan baginya jalan keluar dan keselamatan dari hal tersebut, yaitu dengan menjadikan bayinya dapat berbicara dalam usia ayunan, mengucapkan kata-kata berikut,
“Sesungguhnya aku adalah hamba dan rasul Allah.”
Kejadian ini merupakan suatu tanda kekuasaan Allah yang amat besar dan sebagai mukjizat yang jelas bagi Isa ‘alaihis salam
Di dalam hadis Mu’az yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Turmuzi di dalam kisah mimpi —yaitu mengenai doa— antara lain disebutkan seperti berikut:
Apabila Engkau berkehendak menurunkan fitnah pada suatu kaum, maka cabutlah nyawaku kembali kepada-Mu dalam keadaan tidak terfitnah.
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Amr ibnu Asim, dari Kasir ibnu Qatadah, dari Mahmud ibnu Labid secara marfu’ bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda:
Ada dua hal yang dibenci oleh anak Adam, yaitu dia benci akan mati, padahal mati lebih baik bagi orang mukmin daripada terfitnah.
Dan dia benci akan kekurangan harta, padahal kekurangan harta meringankan hisab.
Di saat fitnah melanda agama, diperbolehkan memohon untuk mati.
Karena itulah ketika Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a. di akhir masa kekhalifahannya, yaitu ketika ia melihat bahwa kesatuan kaum muslim tidak dapat dipertahankan lagi dalam kepemimpinannya, dan perkaranya makin bertambah parah saja, maka ia berdoa seperti berikut:
Ya Allah, ambillah aku kembali kepada-Mu, sesungguhnya aku telah bosan kepada mereka, dan mereka pun bosan kepadaku.
Imam Bukhari rahimahullah mengatakan bahwa ketika fitnah itu terjadi menimpanya dan terjadi pula perselisihan antara dia (Ali r.a.) dengan Amir Khurrasan, maka Imam Ali berdoa:
“Ya Allah, wafatkanlah aku kembali kepada-Mu.”
Di dalam hadis disebutkan:
Sesungguhnya seorang lelaki melewati sebuah kuburan —yakni di zaman Dajjal nanti— sedangkan ia benar-benar mengatakan,
“Aduhai seandainya saja aku berada di tempatmu (yakni sudah mati)”
Lelaki itu mengatakan demikian karena banyaknya fitnah, gempa, huru hara, dan peristiwa-peristiwa yang menggemparkan di masa itu, hal tersebut merupakan fitnah yang melanda umat manusia.
Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan bahwa anak-anak Nabi Ya’qub yang telah melakukan perbuatan buruk terhadap Yusuf ‘alaihis salam dimohonkan ampunan oleh ayah mereka.
Maka Allah menerima tobat mereka, memaafkan mereka, dan mengampuni dosa-dosa mereka.
Pendapat ulama yang mengatakan bahwa Nabi Ya’qub memohonkan ampun kepada Allah buat mereka
Telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Saleh Al-Murri, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala, setelah menghimpunkan semua anggota keluarga Ya’qub ‘alaihis salam di hadapan Ya’qub, maka Ya’qub mengajak putranya (Yusuf) menyendiri, lalu ia berbisik dengannya.
Sebagian putra lainnya berkata kepada sebagian yang lain,
“Bukankah kalian telah mengetahui apa yang telah kalian kerjakan dan apa yang telah dialami oleh orang tua kita dan Yusuf sebagai akibatnya?”
Mereka menjawab,
“Ya.”
Maka dikatakan,
“Karena itulah kalian terpusatkan untuk meminta maaf dari keduanya, lalu bagaimana keadaan kalian dengan Tuhan kalian?”
Akhirnya mereka sepakat untuk menghadap kepada orang tua mereka (Nabi Ya’qub), lalu duduk di hadapannya, sedangkan Yusuf duduk di samping ayahnya.
Mereka berkata,
“Wahai ayah kami, sesungguhnya kami sengaja datang kepadamu karena suatu urusan yang belum pernah kami datang kepadamu karena sesuatu yang seperti ini, dan kami telah tertimpa suatu perkara yang belum pernah menimpa kami sebelumnya.”
Kata-kata mereka membuat hati Nabi Ya’qub tergugah, sedangkan para nabi itu adalah orang-orang yang paling belas kasihan.
Maka Nabi Ya’qub bertanya,
“Apakah yang telah menimpa kalian, hai anak-anakku?”
Mereka menjawab,
“Bukankah engkau telah mengetahui apa yang telah kami lakukan terhadapmu dan apa yang telah kami lakukan terhadap saudara kami Yusuf?”
Nabi Ya’qub menjawab,
“Ya.”
Mereka berkata,
“Bukankah kamu berdua telah memaafkan kami?”
Nabi Ya’qub menjawab,
“Ya.”
Mereka berkata,
“Sesungguhnya maafmu berdua tidak memberi manfaat sedikit pun kepada kami jika Allah tidak memaafkan kami.”
Nabi Ya’qub bertanya,
“Lalu apakah yang kalian kehendaki dariku, hai anak-anakku?”
Mereka berkata,
“Kami menghendaki agar kamu mendoakan kami kepada Allah.
Apabila wahyu dari Allah telah datang kepadamu yang menyatakan bahwa Dia memaafkan kami, maka barulah hati kami merasa senang dan tenteram.
Jika tidak, maka tiada kesenangan bagi kami di dunia ini selamanya.”
Nabi Ya’qub bangkit, lalu menghadap ke arah kiblat, Yusuf bangkit pula berdiri di belakang ayahnya, sedangkan saudara-saudaranya berdiri di belakang keduanya dengan perasaan rendah diri dan khusyuk.
Nabi Ya’qub berdoa, dan Nabi Yusuf mengamininya, tetapi permohonan ampun mereka masih belum diperkenankan selama dua puluh tahun.
Saleh Al-Murri mengatakan bahwa selama itu mereka selalu dicekam oleh rasa takut, dan setelah dua puluh tahun berlalu —yakni pada permulaan tahun yang kedua puluhnya— turunlah Malaikat Jibril ‘alaihis salam kepada Nabi Ya’qub ‘alaihis salam
Jibril ‘alaihis salam berkata,
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala, telah mengutusku kepadamu untuk menyampaikan berita gembira, bahwa Dia telah memperkenankan doamu buat anak-anakmu.
Allah telah memaafkan apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah telah mengambil janji dari mereka bahwa mereka akan menjadi nabi sesudahmu.”
Asar ini mauquf, yakni hanya sampai kepada sahabat Anas, selain itu adalah Yazid Ar-Raqqasyi serta Saleh Al-Murri, kedua-duanya berpredikat sangat daif (lemah).
As-Saddi menyebutkan bahwa ketika Nabi Ya’qub menjelang kematiannya, ia berwasiat kepada Yusuf agar menguburkan jenazahnya di dekat kuburan Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq.
Maka setelah Nabi Ya’qub wafat, jenazahnya dibalsam, lalu dikirimkan ke negeri Syam dan dikebumikan di dekat kuburan keduanya.
|
|
---|
Lafaz ini adalah jamak, mufradnya adalah al hadits, yang bermakna baru dan khabar.
Asalnya dari at-tahdiits yang bermakna al ikhbar yang bermakna memberitakan atau mengkhabarkan.
Hadits juga bermakna perkataan, kalam, Al Qur’an, hikayat dan pengajaran dari penceritaan mengenai orang kafir dan yang berbuat maksiat.
Ahaadits juga dalam bentuk jamak dari ahdutsah yang bermakna apa yang dicakapkan atau dibincangkan.
Lafaz ahaadits disebut sebanyak lima kali di dalam Al Qur’an yaitu dalam surah
-Yusuf (12), ayat 6, 21, 101;
-Al Mu’minuun (23), ayat 44;
-Saba’ (34), ayat 19.
Mujahid dan As Suddi berpendapat, ungkapan ta’wiilull ahaadits artinya pentafsiran mimpi.
Menurut Al Hasan, pengertian ahaadits dalam ayat itu ialah kesudahan segala perkara.
Muqatil berkata,
ia bermakna keanehan-keanehan mimpi.
Sedangkan Az Zamaksyari berpendapat, ahaadits bermakna mimpi, baik itu percakapan jiwa, malaikat, maupun syaitan.
Sedangkan tafsirannya, ia adalah bentuk jamak dari kata hadits, bukan jamak dari ahdutsah.”
Al Qurtubi menafsirkan lafaz ahaadits pada surah Al Mu’minuun sebagai perkara yang menjadi topik perbincangan.
Menurut Al Akhfasy, ia digunakan bagi perkara jahat, bukan baik, sebagaimana yang dikatakan orang, “Si A menjadi bahan atau buah percakapan,” atau sebagai pengajaran dan contoh.
Itu juga maksud ahaadith pada surah Saba’, yang merupakan jamak dari ahdutsah.
Menurut Al Fayruz Abadi, yang dimaksudkan dengan ahaadits ialah setiap perkataan yang sampai kepada manusia melalui wahyu dalam keadaan sadar atau tidur.
Sedangkan ahadits pada surah Yusuf bermaksud apa yang dicakapkan kepada manusia dalam tidurnya.
Pengertian lafaz ahaadits ialah apa yang dibicarakan kepada manusia dalam keadaan tidur atau mimpi-mimpi sebagaimana yang terdapat pada surah Yusuf.
Ia juga bermakna buah percakapan sebagai pengajaran dan contoh, sebagaimana yang terdapat dalam surah Al Mu’minuun dan Saba’.
Surat ini dinamakan surat Yusuf adalah karena titik berat dari isinya mengenai riwayat Nabi Yusuf ‘alaihis salam.
Riwayat tersebut salah satu di antara cerita-cerita ghaib yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai mukjizat bagi beliau, sedang beliau sebelum diturunkan surat ini tidak mengetahuinya.
Menurut riwayat Al Baihaqi dalam kitab “Ad Dalail” bahwa segolongan orang Yahudi masuk agama Islam sesudah mereka mendengar cerita Yusuf ‘alaihis salam ini, karena sesuai dengan cerita-cerita yang mereka ketahui.
Dari cerita Yusuf ‘alaihis salam ini, Nabi Muhammad ﷺ mengambil pelajaran-pelajaran yang banyak dan merupakan penghibur terhadap beliau dalam menjalankan tugasnya.
Keimanan:
▪ Kenabian Yusuf `alaihis salam dan mukjizat-mukjizatnya.
▪ Ketentuan yang berhubungan dengan keagamaan adalah hak Allah semata-mata.
▪ Qadha Allah tak dapat dirubah.
▪ Para rasul semuanya laki-laki.
Hukum:
▪ Keharusan merahasiakan sesuatu untuk menghindari fitnah.
▪ Barang dan anak temuan wajib dipungut tidak boleh dibiarkan.
▪ Boleh melakukah helah yang tidak merugikan orang lain untuk memperoleh sesuatu kemaslahatan.
Kisah:
▪ Riwayat Nabi Yusuf `alaihis salam bersaudara dengan orang tua mereka Yaqub `alaihis salam.
Lain-lain:
▪ Beberapa dari sifat dan tauladan yang mulia yang dapat diambil dari cerita Yusuf `alaihis salam.
▪ Persamaan antara agama para nabi-nabi ialah tauhid.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111
Audio

Ayat 1 sampai 111 + Terjemahan
Statistik QS. 12:101
-
Rating RisalahMuslim
Ayat ini terdapat dalam surah Yusuf.
Surah Yusuf (bahasa Arab:يسوف, Yūsuf, “Nabi Yusuf”) adalah surah ke-12 dalam Alquran.
Surah ini terdiri atas 111 ayat dan termasuk golongan surah Makkiyah.
Surah ini dinamakan surah Yusuf adalah karena titik berat dari isinya mengenai riwayat Nabi Yusuf.
Riwayat tersebut salah satu di antara cerita-cerita gaib yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad sebagai mukjizat bagi dia, sedang dia sebelum diturunkan surah ini tidak mengetahuinya.
Dari cerita Yusuf ini, Nabi Muhammad mengambil pelajaran-pelajaran yang banyak dan merupakan penghibur terhadap dia dalam menjalankan tugasnya.
Menurut riwayat Al Baihaqi dalam kitab Ad-Dalail bahwa segolongan orang Yahudi masuk agama Islam sesudah mereka mendengar cerita Yusuf ini, karena sesuai dengan cerita-cerita yang mereka ketahui.
Nomor Surah | 12 |
---|---|
Nama Surah | Yusuf |
Arab | يوسف |
Arti | Nabi Yusuf |
Nama lain | Ahsan Al-Qashash (Sebaik-baik Kisah) |
Tempat Turun | Mekkah |
Urutan Wahyu | 53 |
Juz | Juz 12 (ayat 1-52), juz 13 (ayat 53-111) |
Jumlah ruku’ | 0 |
Jumlah ayat | 111 |
Jumlah kata | 1795 |
Jumlah huruf | 7305 |
Surah sebelumnya | Surah Hud |
Surah selanjutnya | Surah Ar-Ra’d |
User Review
4.2 (10 votes)URL singkat: risalahmuslim.id/12-101
Pembahasan:
Quran 12:101, 12 101, 12-101, Yusuf 101, tafsir surat Yusuf 101, Yusuf 101
Video
Yusuf ayat 101
Sebelumnya
Selanjutnya












Panggil Video Lainnya
Podcast
- 🔉 Cara Mentalqin Mayit – KonsultasiSyariah
- 🔉 Baca Dzikir ini, Agar Tidak Menyesal – KonsultasiSyariah
- 🔉 Keutamaan Membaca Alquran di Bulan Ramadan – Ust. Khalid Basalamah
- 🔉 Apa Makna Husnudzan Kepada Allah – KonsultasiSyariah
- 🔉 Sifat Shalat Nabi (Eps. 7): Kiat Khusyuk dalam Shalat ― Ust. M. Abduh Tuasikal
- 🔉 Apa Makna Hadis ‘Muttafaq ‘alaih’ – KonsultasiSyariah
- 🔉 Dosakah makan di depan orang yang sedang puasa – Ust. Khalid Basalamah
- 🔉 “Maha Benar Netizen dengan Segala Komentarnya”, Ucapan Kufur? – KonsultasiSyariah
- 🔉 Berbuat dosa di Bulan Ramadan apakah hukumannya dilipatgandakan – Ust. Khalid Basalamah
- 🔉 Bolehkah Mengecat Rambut Dengan Warna Hitam – Tanya Jawab Ust. Khalid Basalamah