Kata Pilihan Dalam Surah Asy Shyuura (42) Ayat 37
Lafaz ini dalam bentuk jamak, mufradnya kabirah, berasal dari kabura.
Kabirah dari sudut bahasa ialah dosa besar yang dicegah oleh syara’ seperti membunuh jiwa.
Al kabirah juga digunakan pada sesuatu yang sukar dan berat pada jiwa.
Ia juga peringatan tentang besarnya hal itu dari dosa-dosa dan besar siksaannya.
Disebut tiga kali di dalam Al Qur’an yaitu dalam surah:
• An Nisaa (4), ayat 31;
• Asy Syuura (42), ayat 37;
• An Najm (53), ayat 32.
Kata kabiaa’ir di dalam Al Qur’an disandarkan kepada al itsm yaitu dosa.
Ibnu Mas’ud berkata,
"Al kabaa’ir yang terdapat dalam surah ini mencakup 33 ayat dan kebenaran hal ini melalui firman Allah,
إِن تَجْتَنِبُوا۟ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ
Diriwayatkan oleh Abu Hatim di dalam musnadnya yang shahih dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah duduk di atas mimbar dan bersabda, "Demi jiwaku yang berada di tangan Nya” diulang sebanyak tiga kali, kemudian diam.
Para sahabat menangis kesedihan karena sumpahan Rasulullah itu, kemudian beliau berkata lagi, "Siapa saja dari hamba Ku yang mendirikan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadan, menjauhkan Al kabaa’iral sab’ yaitu tujuh dosa besar, akan dibuka baginya delapan pintu syurga pada hari kiamat sambil bertepuk tangan, lalu beliau membaca:
إِن تَجْتَنِبُوا۟ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا
Ibnu Katsir berkata,
tafsiran tujuh dosa besar itu dijelaskan dalam Ash Sahihain.
Hadis diriwayatkan dari Sulaiman bin Hilal, dari Tsaur bin Zaid, dari Salim Abi Al Ghaits dan dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda, "Jauhkan olehmu tujuh perkara yang membinasakan.
Beliau ditanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah dia?’ Beliau berkata,
‘Menyekutukan Allah, membunuh jiwa yang diharamkan kecuali dengan hak, belajar sihir, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan memfitnah wanita-wanita suci yang beriman,"
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, al kabaa’ir ada sembilan yaitu membunuh jiwa, memakan riba, memakan harta anak yatim, memfitnah wanita-wanita suci yang beriman, bersaksi palsu, durhaka kepada orang tua, lari dari medan perang, (belajar) sihir dan kufur di dalam Masjidil Haram.
Al Qurtubi berkata,
"Para ulama berselisih dalam menyebut dan menghitungnya disebabkan berbagai atsar mengenainya, oleh karena itu, saya berpendapat sudah stabit dari riwayat yang shahih maupun hasan dimana sebahagian dosa ada yang lebih besar dari yang lainnya berdasarkan kadar mudarat yang besar.
Menyekutukan Allah adalah dosa yang paling besar dari keseluruhannya dan ia tidak akan diampuni oleh Allah.
Setelah itu, berputus asa dari rahmat Allah karena di dalamnya mendustakan Al Qur’an.
Dia berkata,
"Dosa ini tidak akan diampunkan," dan apabila ia beriktikad dengan hal itu, oleh itu, Allah berfirman yang artinya,
"Sesungguhnya tidak berputus asa seorang itu dari rahmat Allah melainkan orang kafir."
Kemudian, Al Qanit seperti firman Allah dalam surah Al Hijr (15), ayat 56,
وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ
dan sebagainya dari apa yang kelihatan besar mudaratnya; setiap dosa yang diperbesar ancaman ke atasnya oleh syara’ dengan siksaan, atau dibesarkan mudaratnya, ia termasuk dari kabirah dan selainnya adalah kecil.
Oleh karena yang demikian, Abd Al Rahman Al Qusyairi dan lainnya berkata,
"Sebahagian dosa dikatakan kecil apabila disandarkan kepada apa yang lebih besar darinya.
Contohnya, zina dianggap kecil apabila dibandingkan dengan kufur, ciuman yang haram dianggap kecil apabila dibandingkan dengan zina.
Menurut kami, dosa tidak diampuni dengan menjauhkan dosa yang lain, tetapi kesemuanya adalah besar dan pelakunya akan diampuni dengan izin Allah melainkan kekufuran berdasarkan firman Allah dalam surah Al Nisaa (4), ayat 48 dan 116:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki• Nya."
Sumber : Kamus Al Qur’an, PTS Islamika SDN BHD, Hal:505-507