Tafsir QS. Ar Rum (30) : 34. Oleh Kementrian Agama RI
Ayat ini merupakan ancaman bagi kaum musyrik yang tak tahu membalas nikmat yang telah diberikan Allah kepada mereka, malahan mereka kembali kepada kemusyrikan mereka semula.
Orang-orang musyrik itu mengakui datangnya nikmat dari Allah itu, tetapi tidak menghubungkannya kepada-Nya, bahkan menjadikannya menyembah selain dari pada Allah.
Kemudian pembicaraan dari kaum musyrik pada umumnya pindah kepada pribadi-pribadi musyrik Mekah yang menentang risalah Muhammad ﷺ.
Karena itu pembicaraan pada kalimat kedua ayat (33) ini dalam bentuk orang kedua jamak.
Pembicaraan itu ditujukan kepada mereka.
Kalimat itu berbunyi: “Maka bersenang-senanglah kamu sekalian, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)”.
Kalimat ini merupakan ancaman yang menakutkan dan membahayakan.
Sesungguhnya manusia itu sangat takut menghadapi ancaman dari seorang penguasa atau seorang presiden.
Kalau ancaman itu datangnya dari Tuhan yang menjadikan langit dan bumi, tentu rasa takut yang diakibatkannya lebih besar dan sangat mengerikan.
Sesudah menyampaikan kepada kaum musyrik ancaman yang menakutkan itu, dalam ayat ini Allah kembali bertanya kepada mereka tentang sebab keingkaran mereka dan sandaran akidah syirik yang berarti menganggap enteng nikmat dan rahmat Allah.
Sesungguhnya tak pantaslah bagi manusia menetapkan sesuatu yang berhubungan dengan akidahnya, kecuali yang menetapkan itu adalah Allah.
Dalam ayat ini seakan-akan Allah bertanya: “Apakah Kami akan menurunkan kepada mereka hujah yang sangat kuat yang akan mengakui kemusyrikan yang mereka anut itu?”.
Kalimat ini merupakan penanyaan ejekan yang mengungkapkan kelemahan akidah syirik itu, yang tidak disandarkan kepada hujah yang kuat dan tidak didasarkan atas dalil yang jitu.
Mereka mempersekutukan Allah apa hujah yang ada pada mereka dengan kemusyrikan itu?.
Apakah Tuhan akan menurunkan sebuah kitab yang akan memaparkan kesesatan mereka itu?
Atau apakah ada pada mereka seorang Rasul dari Allah yang menyerukan agama yang mereka anut itu?.
Apa hujah mereka untuk menyembah sembahan-sembahan mereka itu?.
Mereka dituntut mengemukakan dalil yang berdasarkan akal pikiran yang benar, atau kitab atau Rasul atau sembahan-sembahan itu.
Jika hujah itu tidak ada, maka hal itu adalah sesat.
Tuhan berfirman:
Dan barangsiapa menyembah Tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya, sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.
(Q.S. Al-Mu’minun [23]: 117)
Di samping pernyataan di atas dikemukakan untuk mengejek sikap mereka, maka pernyataan Allah itu juga dimaksudkan untuk menegaskan kepada mereka dan menetapkan bahwa tidak ada sesuatu akidah yang benar kecuali yang datang dan Allah subhanahu wa ta’ala