Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitan bagimu.
Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
―QS. 33:50
We certainly know what We have made obligatory upon them concerning their wives and those their right hands possess, (but this is for you) in order that there will be upon you no discomfort.
And ever is Allah Forgiving and Merciful.
―QS. 33:50
يَٰٓأَيُّهَا | hai
O Prophet! *[meaning includes next or prev. word]
|
---|---|
ٱلنَّبِىُّ | Nabi
O Prophet! *[meaning includes next or prev. word]
|
إِنَّآ | sesungguhnya Kami
Indeed, We
|
أَحْلَلْنَا | Kami telah menghalalkan
[We] have made lawful
|
لَكَ | bagimu
to you
|
أَزْوَٰجَكَ | istri-istrimu
your wives
|
ٱلَّٰتِىٓ | yang
(to) whom
|
ءَاتَيْتَ | kamu telah berikan
you have given
|
أُجُورَهُنَّ | maskawin mereka
their bridal money
|
وَمَا | dan apa
and whom
|
مَلَكَتْ | yang dimiliki
you rightfully possess *[meaning includes next or prev. word]
|
يَمِينُكَ | tangan kananmu (hamba sahaya)
you rightfully possess *[meaning includes next or prev. word]
|
مِمَّآ | dari apa
from those (whom)
|
أَفَآءَ | memberi/mengkaruniakan
Allah has given *[meaning includes next or prev. word]
|
ٱللَّهُ | Allah
Allah has given *[meaning includes next or prev. word]
|
عَلَيْكَ | atasmu
to you,
|
وَبَنَاتِ | dan anak-anak perempuanmu
and (the) daughters
|
عَمِّكَ | saudara perempuan bapakmu
(of) your paternal uncles
|
وَبَنَاتِ | dan anak-anak perempuan
and (the) daughters
|
عَمَّٰتِكَ | saudara perempuan bapakmu
(of) your paternal aunts
|
وَبَنَاتِ | dan anak-anak perempuan
and (the) daughters
|
خَالِكَ | saudara laki-laki bapakmu
(of) your maternal uncles
|
وَبَنَاتِ | dan anak-anak perempuan
and (the) daughters
|
خَٰلَٰتِكَ | saudara perempuan ibumu
(of) your maternal aunts
|
ٱلَّٰتِى | yang
who
|
هَاجَرْنَ | mereka hijrah
emigrated
|
مَعَكَ | bersamamu
with you,
|
وَٱمْرَأَةً | dan wanita
and a woman
|
مُّؤْمِنَةً | yang beriman
believing
|
إِن | jika
if
|
Tafsir surah Al Ahzab (33) ayat 50
Tafsir QS. Al Ahzab (33) : 50. Oleh Kementrian Agama RI
Pada ayat ini, Allah secara jelas telah menghalalkan bagi Nabi Muhammad mencampuri perempuan-perempuan yang dinikahi dan diberikan kepada mereka maskawin.
Juga dihalalkan baginya hamba sahaya (jariyah) yang diperoleh dalam peperangan, seperti shafiyah binti Huyai bin Akhtab yang diperoleh pada waktu Perang Khaibar.
Oleh Nabi ﷺ, shafiyah dimerdekakan, dan kemerdekaan itu dijadikan maskawin.
Begitu juga dengan Juwairiyah binti al-harits.
dari Bani Mushthaliq.
yang dimerdekakan dan dinikahi Nabi ﷺ.
Adapun hamba sahaya (jariyah) yang dihadiahkan kepada Nabi adalah Raihanah binti Syam’un dan Mariyah al-Qibthiyah yang melahirkan putra Nabi yang bernama Ibrahim.
Allah juga menghalalkan kepada Nabi untuk menikahi anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapaknya dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapaknya, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibunya yang turut hijrah bersama Rasulullah dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi ﷺ kalau Nabi mau menikahinya.
Kelonggaran-kelonggaran ini hanya khusus bagi Nabi, dan tidak untuk semua mukmin, dengan pengertian bahwa jika ada seorang perempuan menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh seorang muslim, walaupun dengan sukarela, tetap wajib dibayar maskawinnya.
Berlainan halnya jika perempuan itu menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh Nabi ﷺ, maka ia boleh dinikahi tanpa maskawin.
Maskawin itu jika tidak disebutkan bentuk (nilainya) ketika melangsungkan akad nikah, maka bentuknya itu dapat ditetapkan dengan mahar.
mitsl, yaitu mahar yang nilainya sama dengan nilai mahar yang biasa diberikan keluarganya.
Ketetapan untuk membayar mahar mitsl itu setelah terjadi percampuran di antara keduanya atau setelah suaminya meninggal dunia tetapi belum sempat bercampur.
Jika terjadi perceraian antara suami-istri sebelum bercampur, maka yang wajib dibayar adalah separuh dari maskawinnya, yang telah ditentukan dan dapat dibebaskan dari membayar maskawin itu bila istrinya merelakannya.
Allah mengetahui apa yang telah diwajibkan kepada kaum mukminin terhadap istrinya dan terhadap hamba sahaya yang mereka miliki seperti syarat-syarat akad nikah dan lainnya, dan tidak boleh menikahi seorang perempuan dengan cara hibah atau tanpa saksi-saksi.
Mengenai hamba sahaya yang dibeli atau yang bukan dibeli haruslah hamba sahaya yang halal dicampuri oleh pemiliknya, seperti hamba sahaya ahli kitab, bukan hamba sahaya yang musyrik atau beragama Majusi.
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang terhadap hamba-Nya yang beriman, jika mereka bertobat dari dosa-dosa yang mereka perbuat sebelum mereka mendapat petunjuk.
Wahai Muhammad, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagi dirimu istri-istri yang telah kamu berikan maskawin.
Kami halakan pula para wanita milikmu yang berasal dari tawanan perang yang telah dikarunikan Allah kepadamu.
Kami halalkan bagi dirimu mengawini anak perempuan dari saudara laki-laki ayahmu, anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang telah berhijrah bersamamu.
Kami halalkan pula bagimu wanita Mukmin yang menghibahkan dirinya padamu tanpa mahar, apabila kamu suka dan mau menikahinya.
Karunia dari Allah ini hanya khusus bagi dirimu, sedang orang lain tidak berhak mendapatkannya.
Kami tahu hukum yang telah Kami wajibkan atas orang-orang beriman mengenai istri dan para wanita yang mereka miliki dari tawanan perang.
Kami telah menjelaskan pula berbagai keringanan hukum yang yang secara khusus Kami berikan kepadamu, Muhammad, agar dirimu tidak merasa berat menjalankan apa saja yang telah Kami perintahkan.
Allah Maha Mengampuni dosa para hamba-Nya dan Maha Penyayang dengan memberikan berbagai keringanan hukum pada mereka.
Wahai Nabi, sesungguhnya Kami membolehkan istri-istrimu untukmu yang telah kamu beri mahar.
Kami membolehkan hamba sahayamu dengan akad milkul yamin dari apa yang Allah limpahkan kepadamu sebagai nikmat.
Dan Kami membolehkan untukmu menikah dengan anak perempuan paman dan bibimu dari ayah, anak perempuan paman dan bibimu dari ibu yang berhijrah bersamamu.
Kami membolehkan untukmu seorang wanita beriman yang memberikan dirinya kepadamu tanpa mahar, bila kamu memang ingin menikahinya secara ikhlas untukmu, namun untuk selainmu, tidak boleh menikahi wanita dengan akad hibah.
Kami mengetahui apa yang Kami tetapkan atas orang-orang mukmin pada istri-istri mereka dan hamba-hamba sahaya mereka, yaitu mereka hanya boleh menikahi empat istri dan hamba sahaya yang mereka kehendaki dengan tetap mensyaratkan wali, mahar dan saksi atas mereka.
Akan tetapi Kami memberimu keringanan dari apa yang Kami tetapkan untuk mereka.
Kami memberimu kelapangan yang tidak Kami berikan kepada selainmu, agar dadamu tidak menjadi sempit dalam menikahi wanita-wanita yang kamu nikahi dari mereka.
Ini adalah tambahan perhatian Allah kepada Rasul-Nya dan penghargaan-Nya kepadanya.
Allah Maha Pengampun bagi dosa-dosa para hamba-Nya yang beriman, Maha Penyayang dengan memberikan kelonggaran bagi mereka.
(Hai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagi kamu istri-istrimu yang telah kamu berikan maskawinnya) yakni maharnya
(dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang dikaruniakan oleh Allah kepadamu) dari orang-orang kafir melalui peperangan, yaitu sebagai tawananmu, seperti Shofiah dan Juwairiah
(dan demikian pula anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu) berbeda halnya dengan perempuan-perempuan dari kalangan mereka yang tidak ikut berhijrah
(dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya) bermaksud untuk menikahinya tanpa memakai maskawin
(sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin) dalam pengertian nikah yang memakai lafal Hibah tanpa maskawin,
(Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka) kepada orang-orang Mukmin
(tentang istri-istri mereka) berupa hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan, yaitu hendaknya mereka mempunyai istri tidak lebih dari empat orang wanita dan hendaknya mereka tidak melakukan perkawinan melainkan harus dengan adanya seorang wali dan saksi-saksi serta maskawin
(dan) di dalam
(hamba sahaya yang mereka miliki) hamba sahaya perempuan yang dimilikinya melalui jalan pembelian dan jalan yang lainnya, seumpamanya, hamba sahaya perempuan itu termasuk orang yang dihalalkan bagi pemiliknya, karena ia adalah wanita ahli kitab, berbeda halnya dengan sahaya wanita yang beragama majusi atau watsani, dan hendaknya sahaya wanita itu melakukan istibra’ atau menyucikan rahimnya terlebih dahulu sebelum digauli oleh tuannya
(supaya tidak) lafal ayat ini berta’alluq pada kalimat sebelumnya
(menjadi kesempitan bagimu) dalam masalah pernikahan.
(Dan adalah Allah Maha Pengampun) dalam hal-hal yang memang sulit untuk dapat dihindari
(lagi Maha Penyayang) dengan memberikan keleluasaan dan kemurahan dalam hal ini.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, bahwa Dia telah menghalalkan baginya istri-istri yang telah dia berikan kepada mereka maskawinnya, yang dalam ayat ini disebutkan dengan istilah ujur yang menurut arti bahasanya ialah upah, sedangkan makna yang dimaksud ialah maskawin.
Demikianlah menurut Qatadah dan ulama lainnya yang bukan hanya seorang.
Mahar atau maskawin yang diberikan oleh Nabi ﷺ kepada istri-istrinya (yakni kepada tiap orang dari mereka) adalah sepuluh setengah uqiyah yang harganya ditaksir kurang lebih lima ratus dirham.
Terkecuali Ummu Habibah binti Abu Sufyan, karena sesungguhnya maharnya dibayarkan oleh Raja An-Najasyi sebanyak empat ratus dinar.
Kecuali pula Siti Safiyyah binti Huyayyin, karena sesungguhnya Nabi ﷺ telah memilihnya di antara para tawanan wanita Khaibar, kemudian beliau ﷺ memerdekakannya, dan menjadikan pemerdekaannya sebagai maskawinnya.
Demikian pula halnya Siti Juwairiyah bintil Haris Al-Mustaliqiyah, yakni dari Banil Mustaliq.
Nabi ﷺ telah melunasi cicilan Kitabahnya terhadap Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, lalu beliau ﷺ menikahinya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Dan Allah membolehkan bagimu mempergundik wanita yang kamu peroleh dari tawanan perang.
Nabi ﷺ telah memiliki Safiyyah dan Juwairiyah, lalu memerdekakan keduanya dan mengawini keduanya.
Beliau memiliki pula Raihanah binti Syam’un An-Nadriyyah serta Mariyah Al-Qibtiyyah yang menghasilkan seorang putra darinya bernama Sayyid Ibrahim ‘alaihis salam Mereka berdua diambil dari hamba sahaya, lalu dijadikan istri.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50), sampai akhir ayat.
Ini merupakan hukum yang adil dan pertengahan antara yang ringan dan yang berlebihan, karena sesungguhnya orang-orang Nasrani tidak mau mengawini wanita terkecuali apabila antara lelaki yang bersangkutan dan wanita yang bersangkutan terdapat jarak pemisah tujuh kakek lebih.
Sedangkan orang-orang Yahudi mau mengawini anak perempuan saudara lelaki atau saudara perempuannya.
Lalu datanglah syariat Islam yang sempurna lagi suci merevisi keberlebihan orang-orang Nasrani, lalu membolehkan mengawini anak perempuan paman atau anak perempuan bibi dari pihak bapak, boleh pula mengawini anak perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuan ibu.
Kemudian Islam mengharamkan keringanan orang-orang Yahudi yang membolehkan mengawini keponakan, karena hal ini merupakan perbuatan yang sangat memalukan lagi menjijikkan.
Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya:
dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
dengan memakai ungkapan tunggal pada laki-laki karena kemuliaannya dan memakai bentuk jamak pada perempuan karena kekurangan mereka.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
ke kanan dan ke kiri.
(QS. Al-Hijr [15]: 48)
Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).
(QS. Al-Baqarah [2]: 257)
Dan Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
dan mengadakan gelap dan terang.
(QS. Al-An’am [6]: 1)
Ayat-ayat lainnya yang sama cukup banyak.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
yang turut hijrah bersama kamu.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Ibnu Abu Hatim rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Israil, dari As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ummu Hani’ yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah melamarnya, tetapi ia keberatan dan beliau ﷺ memaafkannya (memahami alasannya).
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya:
Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu – yang telah kamu berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Ummu Hani’ mengatakan bahwa ia tidak memperkenankan Nabi ﷺ mengawini dirinya, dan ia bukan termasuk wanita yang hijrah bersamanya dan dia termasuk orang-orang yang dibebaskan (setelah penaklukan kota Mekah).
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Ubaidillah ibnu Musa dengan sanad yang sama.
Hal yang sama dikatakan oleh Abu Razin dan Qatadah, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud dengan hijrah ialah hijrah ke Madinah bersama Rasulullah ﷺ
Menurut riwayat lain yang bersumber dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya:
yang turut hijrah bersamamu.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Makna yang dimaksud ialah wanita-wanita yang masuk Islam.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
Dan yang turut hijrah bersamamu.
Yakni dengan memakai huruf wawu sebelum lafaz al-lati.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50), hingga akhir ayat.
Hai Nabi, Allah telah menghalalkan bagimu wanita mukmin yang menyerahkan dirinya kepadamu untuk kamu kawini tanpa maskawin, jika memang kamu menyukainya.
Ayat ini mengandung dua syarat yang berurutan sekaligus semakna dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menceritakan perkataan Nabi Nuh ‘alaihis salam kepada kaumnya, yaitu:
Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepadamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu.
(QS. Hud [11]: 34)
Dan perkataan Nabi Musa ‘alaihis salam kepada kaumnya yang dikisahkan oleh firman-Nya:
Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri.
(QS. Yunus [10]: 84)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50), hingga akhir ayat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Malik, dari Abu Hazim, dari Sahd ibnu Sa’d As-Sa’idi, bahwa Rasulullah ﷺ pernah kedatangan seorang wanita, lalu wanita itu berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku serahkan diriku kepadamu.”
Maka Rasulullah ﷺ tidak menjawabnya dan wanita itu berdiri saja dalam waktu yang cukup lama.
Lalu berdirilah seorang laki-laki dan berkata,
“Wahai Rasulullah, kawinkanlah aku dengan dia jika engkau tidak berhajat kepadanya.”
Rasulullah ﷺ bertanya,
“Apakah kamu memiliki sesuatu yang akan engkau berikan kepadanya sebagai maskawinnya?”
Lelaki itu menjawab,
“Aku tidak memiliki selain dari kainku ini.”
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Jika kamu berikan kainmu kepadanya, berarti kamu tidak punya kain lagi jika duduk.
Maka carilah yang lainnya.”
Lelaki itu menjawab,
“Saya tidak memiliki yang lainnya.”
Rasulullah ﷺ bersabda:
Carilah, sekalipun (maskawin itu) berupa cincin besi.
Lelaki itu mencari cincin besi, dan ternyata ia tidak memilikinya.
Lalu Nabi ﷺ bertanya,
“Apakah kamu hafal sesuatu dari Alquran?”
Lelaki itu menjawab,
“Ya, saya hafal surat anu —disebutkan beberapa surat—.”
Maka Nabi ﷺ bersabda kepadanya:
Aku nikahkan dia dengan kamu dengan maskawin hafalan Alquranmu itu.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Malik.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Marhum, ia pernah mendengar Sabit mengatakan bahwa ketika ia sedang duduk bersama sahabat Anas yang saat itu di hadapannya terdapat seorang putrinya.
Kemudian Anas r.a. bercerita bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada Nabi ﷺ, lalu berkata,
“Wahai Nabi Allah, apakah engkau mempunyai suatu keperluan (kawin)?”
Anak perempuan wanita itu berkata,
“Betapa tidak malunya ibu mengemukakan hal itu.”
Nabi ﷺ bersabda:
Ibumu lebih baik daripada kamu.
Dia mencintai Nabinya, lalu ia menawarkan dirinya (untuk) dikawin oleh Nabi.Imam Bukhari mengetengahkannya secara tunggal melalui riwayat Marhum ibnu Abdul Aziz, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas dengan lafaz yang semisal.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Sinan ibnu Rabi’ah, dari Al-Hadrami, dari Anas ibnu Malik, bahwa pernah ada seorang wanita datang menghadap kepada Nabi ﷺ, lalu wanita itu berkata,
“Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang anak perempuan yang berciri khas anu dan anu,”
wanita itu menyebutkan kebaikan akhlaknya dan kecantikannya,”
karena itu aku lebih memprioritaskan dia daripada diriku sendiri untuk dikawin olehmu.”
Rasulullah ﷺ menjawab,
“Aku terima dia darimu.”
Wanita itu terus-menerus memuji putrinya, sehingga ia menceritakan bahwa putrinya itu tidak pernah membangkang dan tidak pernah mengeluh terhadap sesuatu pun.
Akhirnya Nabi ﷺ bersabda:
Aku tidak mempunyai keinginan terhadap anak perempuanmu itu.
Para ahli sunnah tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Abu Muzahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abul Waddah (yakni Muhammad ibnu Muslim), dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang menceritakan bahwa Khaulah binti Hakim pernah menyerahkan dirinya kepada Nabi ﷺ
Ibnu Wahb telah menceritakan dari Sa’id ibnu Abdur Rahman dan Ibnu Abuz Zanad, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, bahwa Khaulah binti Hakim ibnul Auqas dari Bani Sujaim adalah salah seorang wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah ﷺ untuk dikawin.
Menurut riwayat lain yang juga melaluinya dari Sa’id ibnu Abdur Rahman, dari Hisyam, dari ayahnya, disebutkan bahwa kami sering membicarakan bahwa khaulah binti Hakim termasuk wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah ﷺ dan dia adalah seorang wanita yang saleh.
Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa Ummu Sulaim itu barangkali adalah Khaulah binti Hakim, atau barangkali dia adalah wanita lainnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka’b dan Umar ibnul Hakam serta Abdullah ibnu Ubaidah.
Mereka mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ mengawini tiga belas orang wanita, enam prang di antaranya dari kalangan Quraisy, yaitu Khadijah, Aisyah, Hafsah, Ummu Habibah, Saudah, dan Ummu Salamah.
Tiga orang dari Bani Amir ibnu Sa’sa’ah.
Serta dua orang dari Bani Hilal ibnu Amir, yaitu Maimunah bintil Haris yang menyerahkan dirinya kepada Nabi ﷺ, dan Zainab yang dijuluki Ummul Masakin.
Seorang wanita dari kalangan Bani Bakar ibnu Kilab Al-Quraziyyah, salah seorang wanita yang pada akhirnya lebih memilih duniawi, dan seorang wanita lagi dari kalangan Banil Jun yang menampik Nabi ﷺ Kemudian Zainab binti Jahsy Al-Asadiyyah dan dua orang wanita tawanan, yaitu Safiyyah binti Huyayyin ibnu Akhtab serta Juwairiyah bintil Haris ibnu Amr ibnul Mustaliq Al-Khuza’iyyah.
Sa’id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Dia adalah Maimunah bintil Haris, dalam riwayat ini terdapat inqita’ (mata rantai sanad yang terputus) sehingga predikatnya adalah mursal.
Menurut pendapat yang terkenal, Zainab yang dijuluki Ummul Masakin (ibu kaum miskin) adalah Zainab binti Khuzaimah Al-Ansari.
Ia meninggal dunia sebagai istri Nabi ﷺ dan saat Nabi ﷺ masih hidup.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Kami kemukakan hal ini dengan maksud bahwa wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi ﷺ itu banyak, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhari, bahwa telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia merasa cemburu kepada wanita-wanita yang menyerahkan diri mereka kepada Nabi ﷺ sehingga kukatakan,
“Apakah pantas wanita menyerahkan dirinya?”
Dan ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya:
Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki.
Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai maka tidak ada dosa bagimu.
(QS. Al-Ahzab [33]: 51)
Maka aku (Aisyah) mengatakan,
“Saya tidak melihat Tuhanmu melainkan selalu tanggap memenuhi kesukaanmu.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mansur Al-Ju’fi, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Anbasah ibnul Azhar, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ tidak mempunyai istri seorang wanita pun dari kalangan wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada beliau.
Ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Yunus ibnu Bukair, bahwa Nabi ﷺ belum pernah menerima seorang wanita pun yang menyerahkan dirinya kepada beliau, sekalipun hal itu diperbolehkan baginya dan sebagai suatu kekhususan bagi beliau.
Demikian itu karena hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada kehendak beliau ﷺ, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
kalau Nabi mau mengawininya.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Maksudnya Jika Nabi ﷺ memilih mengawininya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Ikrimah mengatakan bahwa wanita yang menyerahkan dirinya tidak halal bagi selainmu.
Seandainya ada seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki, maka wanita itu tidak halal baginya sebelum si lelaki itu memberikan sesuatu kepadanya sebagai maskawinnya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Asy-Sya’bi serta selain keduanya, bahwa apabila seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki, sesungguhnya manakala lelaki itu menggaulinya (setelah nikah dengannya, pent.) diwajibkan atas lelaki itu membayar mahar misil kepada wanita tersebut, sebagaimana yang telah diputuskan oleh Rasulullah ﷺ dalam kasus perkawinan anak perempuan Wasyiq.
Anak perempuan Wasyiq menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki (lalu kawin dengannya), maka Rasulullah ﷺ menetapkan bagi wanita itu mendapat mahar misilnya saat si lelaki atau suaminya itu meninggal dunia.
Dalam masalah ini kematian dan jimak sama saja dalam hal ketetapan wajib membayar mahar (maskawin) bagi pihak laki-laki terhadap wanita yang menyerahkan diri kepadanya untuk dikawini.
Ketentuan wajib membayar mahar misil ini hanya berlaku bagi selain Nabi ﷺ Adapun Nabi ﷺ tidak wajib membayar sesuatu pun dari mahar misil wanita yang menyerahkan diri kepadanya, seandainya beliau menggaulinya.
Dikatakan demikian karena diperbolehkan bagi Nabi ﷺ kawin tanpa maskawin, tanpa wali, dan tanpa saksi sebagai kekhususan bagi beliau ﷺ, sebagaimana yang pernah terjadi dalam kisah Zainab binti Jahsy r.a. (karena dikawinkan langsung oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan beliau ﷺ).
Karena itulah Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki tanpa wali dan tanpa maskawin selain Nabi ﷺ
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Ubay ibnu Ka’b, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, serta Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Yakni berkaitan dengan pembatasan bagi mereka yang hanya diperbolehkan mengawini empat orang wanita merdeka dan berapa orang wanita pun yang mereka kehendaki dari kalangan budak-budak perempuan, juga berkaitan dengan persyaratan adanya wali dan maskawin serta para saksi bagi mereka, yang hal ini berlaku untuk semua kaum muslim.
Tetapi Kami berikan rukhsah (kemurahan) bagimu dalam hal ini, untuk itu Kami tidak mewajibkan atas kamu sesuatu pun dari batasan-batasan dan ikatan-ikatan tersebut.
supaya tidak menjadi kesempitan bagimu.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. Al-Ahzab [33]: 50)
Diriwayatkan dan dihasankan oleh at-Tirmidzi, serta diriwayatkan dan disahihkan pula oleh al-Hakim, dari as-Suddi, dari Abu Shalih, dari Ibnu ‘Abbas, yang bersumber dari Ummu Hani’ binti Abi Thalib, bahwa Rasulullah ﷺ meminang Ummu Hani’ binti Abi Thalib, tapi ia menolaknya.
Rasulullah pun menerima penolakan itu.
Setelah kejadian itu, turunlah ayat tersebut di atas (al-Ahzab: 50) yang menegaskan bahwa wanita yang tidak turut berhijrah tidak halal dinikahi Rasulullah.
Sehubungan dengan ini, Ummu Hani’ berkata: “Aku tidak halal dinikahi Rasulullah selama-lamanya, karena aku tidak pernah hijrah.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ismail bin Abi Khalid, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ummu Hani’ bahwa ayat,… wa banaati ‘ammika wa banaati ‘ammaatika wa banaati khaalika wa banaati khaalaatikal laatii haajarna ma’ak…(..
dan [demikian] pula anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu…)(al-Ahzab: 50) sebagai larangan kepada Nabi ﷺ untuk menikahi Ummu Hani’ yang tidak turut hijrah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa firman Allah , wamra-atam mu’minah…(..
dan perempuan Mukmin…) (al-Ahzab: 50) turun berkenaan dengan Ummu Syarik ad-Dausiyyah yang menghibahkan dirinya kepadada Rasulullah ﷺ
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Munir bin ‘Abdillah ad-Dauli bahwa Ummu Syarik Ghaziyyah binti Jabir bin Hakim ad-Dausiyyah menyerahkan dirinya kepada Rasulullah ﷺ (untuk dinikahi).
Ia seorang wanita yang cantik.
Dan Rasulullah pun menerimanya.
Berkatalah ‘Aisyah: “Tak ada baiknya seorang wanita yang menyerahkan diri kepada seorang laki-laki (untuk dinikahi).” Berkatalah Ummu Syarik : “Kalau begitu akulah yang kamu maksudkan.” Maka Allah memberikan julukan Mu’minah kepada Ummu Syarik dengan firman-Nya,…wam ro-atam mu’minatan iw wahabat nafsahaa lin-nabiy…(..
dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi..) (al-Ahzab: 50).
Setelah turun ayat tersebut, berkatalah ‘Aisyah: “Sesungguhnya Allah mempercepat mengabulkan kemauanmu.”
Sumber : Asbabun Nuzul-K.H.Q.Shaleh – H.A.A Dahlan dkk.
Dinamai “Al Ahzab” yang berarti “golongan-golongan yang bersekutu” karena dalam surat ini terdapat beberapa ayat, yaitu ayat 9 sampai dengan ayat 27 yang berhubungan dengan peperangan Al Ahzab, yaitu peperangan yang dilancarkan oleh orang-orang Yahudi, kaum munafik dan orang-orang musyrik terhadap orang-orang mukmin di Madinah.
Mereka telah mengepung rapat orang-orang mukmin sehingga sebagian dari mereka telah berputus asa dan menyangka bahwa mereka akan dihancurkan oleh musuh-musuh mereka itu.
Ini adalah suatu ujian yang berat dari Allah untuk menguji sarnpai di mana teguhnya keimanan mereka.
Akhirnya Allah mengirimkan bantuan berupa tentara yang tidak kelihatan dan angin topan, sehingga musuh-musuh itu menjadi kacau balau dan melarikan diri.
Keimanan:
▪ Cukuplah Allah saja sebagai Pelindung.
▪ Taqdir Allah tidak dapat ditolak.
▪ Nabi Muhammad ﷺ adalah contoh dan teladan yang paling baik.
▪ Nabi Muhammad ﷺ adalah rasul dan nabi yang terakhir.
▪ Hanya Allah saja yang mengetahui bila terjadinya kiamat.
Hukum:
▪ Hukum zhihar.
▪ Kedudukan anak angkat.
▪ Dasar waris mewarisi dalam Islam ialah hubungan nasab (pertalian darah).
▪ Tidak ada iddah bagi perempuan yang ditalak sebelum dicampuri.
▪ Hukum-hukum khusus mengenai perkawinan Nabi dan kewajiban istri-istrinya.
▪ Larangan menyakiti hati Nabi.
Kisah:
▪ Perang Ahzab (Khandaq).
▪ Kisah Zainab binti Jahsy dengan Zaid.
▪ Memerangi Bani Quraizhah.
Lain-lain:
▪ Penyesalan orang-orang kafir di akhirat karena mereka mengingkari Allah dan Rasul-Nya.
▪ Sifat-sifat orang-orang munafik.
Audio

Ayat 1 sampai 73 + Terjemahan
Gambar
no images were found
Statistik QS. 33:50
-
Rating RisalahMuslim
Ayat ini terdapat dalam surah Al Ahzab.
Surah Al-Ahzab (bahasa Arab:الْأحزاب) adalah surah ke-33 dalam Alquran.
Terdiri atas 73 ayat, surah ini termasuk golongan surah-surah Madaniyah, diturunkan sesudah surah Ali Imran.
Dinamai Al-Ahzab yang berarti golongan-golongan yang bersekutu karena dalam surah ini terdapat beberapa ayat, yaitu ayat 9 sampai dengan ayat 27 yang berhubungan dengan peperangan Al-Ahzab, yaitu peperangan yang dilancarkan oleh orang-orang Yahudi yang bersekutu dengan kaum munafik serta orang-orang musyrik terhadap orang-orang mukmin di Madinah.
Nomor Surah | 33 |
---|---|
Nama Surah | Al Ahzab |
Arab | الْأحزاب |
Arti | Golongan-Golongan yang bersekutu |
Nama lain | – |
Tempat Turun | Madinah |
Urutan Wahyu | 90 |
Juz | Juz 21 (ayat 1-30) & juz 22 (ayat 31-73) |
Jumlah ruku’ | 9 ruku’ |
Jumlah ayat | 73 |
Jumlah kata | 1307 |
Jumlah huruf | 5787 |
Surah sebelumnya | Surah As-Sajdah |
Surah selanjutnya | Surah Saba’ |
User Review
4.8 (20 votes)URL singkat: risalahmuslim.id/33-50
Pembahasan:
Quran 33:50, 33 50, 33-50, Al Ahzab 50, tafsir surat AlAhzab 50, Al-Ahzab 50
Video
Al-Ahzab ayat 50
Sebelumnya
Selanjutnya












Panggil Video Lainnya
Podcast
- 🔉 Cara Membersihkan Najis Ompol di Kasur – KonsultasiSyariah
- 🔉 Kitab Tauhid (Eps. 27): Macam-macam Sihir ― Ust. M. Abduh Tuasikal
- 🔉 Ketika Safar, Lebih Utama Puasa atau Tidak? – KonsultasiSyariah
- 🔉 Kitab Tauhid (Eps. 30): Beranggapan Sial Termasuk Syirik ― Ust. M. Abduh Tuasikal
- 🔉 Bagaimana Cara Menjaga Kesehatan Hati – KonsultasiSyariah
- 🔉 Sifat Shalat Nabi (Eps. 10): Imam Membaca “Aamiin” dengan Keras & Bacaan Setelah Al-Fatihah ― Ust. M. Abduh Tuasikal
- 🔉 Bagaimana Asal Usul Hijr Ismail – KonsultasiSyariah
- 🔉 Kitab Tauhid (Eps. 29): Melawan Sihir dengan Sihir ― Ust. M. Abduh Tuasikal
- 🔉 Apa Amalan yang Pahalanya Setara dengan Haji – KonsultasiSyariah
- 🔉 Doa Agar Memiliki Anak – KonsultasiSyariah
no images were found